Selasa, 07 Juni 2011

Perlukah Siswa Mendapat Perlakuan Berbeda?

Pasal 19 Ayat (1) PP No. 19  Tahun 2005 menyatakan “proses pembelajaran  pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan pisik dan psikologis peserta didik.” Seiring dengan pasal di atas, maka guru dituntut untuk kreatif mencari dan mengembangkan media/metode/teknik pembelajaran. Sehingga diharapkan pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru. Siswa sebagai individu hendaknya diperhitungkan keberadaannya dan dipertimbangkan keunikannya. Pada akhirnya diharapkan guru menemukan media/metode/teknik apa saja yang cocok untuk dipergunakan tiap topik pada mata pelajaran yang akan diberikan kepada siswa, dan juga cocok dengan kondisi siswa. Sebagai produknya, hasil belajar siswa meningkat untuk semua mata pelajaran.
Salah satu mata pelajaran yang harus ditempuh siswa selama belajar di SMA adalah Fisika. Sayangnya, fisika merupakan momok yang selalu ingin dihindari oleh para siswa. Mendengar kata fisika, yang langsung terbersit dalam benak siswa adalah: (1) fisika itu sulit; (2) fisika itu kumpulan rumus; (3)  fisika itu abstrak; (4) fisika itu menghitung; (5) fisika itu membosankan.
Dari pengalaman kami sebagi guru, selama proses belajar mengajar, minat dan motivasi belajar fisika siswa bisa dibilang rendah, hal ini dibuktikan ada beberapa siswa yang tidak membawa buku paket selama mengikuti pelajaran fisika dan hampir semua siswa hanya memakai buku paket seperti yang diintruksikan guru, tidak ada keinginan siswa untuk mencari sumber belajar fisika dari buku-buku lain yang relevan. Juga, siswa terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah (PR) di tempat bimbingan belajar (les) dengan alasan tugasnya terlalu sulit.
Dari pengalaman di atas, perlu dipikirkan suatu cara pembelajaran yang dapat meningkatkan minat dan motivasi siswa terhadap mata pelajaran fisika. Oleh karena itu, penulis menyarankan menggunakan teknik pemberian tugas dengan tingkat kesukaran berjenjang dalam proses pembelajaran di kelas sebagai salah satu teknik dalam proses belajar mengajar. Penggunaan teknik pemberian tugas dengan tingkat kesukaran berjenjang telah terbukti meningkatkan hasil belajar fisika siswa pada penelitian yang telah penulis lakukan.  
Salah satu cara agar siswa menyenangi fisika adalah dengan mengenalkan siswa pada kemampuannnya. Hal ini merupakan salah satu implikasi teori perkembangan kognitif Pieget dalam pembelajaran yaitu memberikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya. Berdasarkan observasi selama penelitian tindakan kelas menggunakan pemberian tugas dengan tingkat kesukaran berjenjang yang telah penulis lakukan, diperoleh bahwa kelompok bawah, kelompok tengah, dan kelompok atas menunjukkan hasil belajar yang sangat memuaskan. Penguasaan materi kelompok bawah mengalami peningkatan dari kategori rendah menjadi kategori tinggi, kelompok tengah mengalami peningkatan dari kategori rendah menjadi kategori sangat tinggi, dan kelompok atas mengalami peningkatan dari kategori tinggi menjadi kategori sangat tinggi. Hal ini dapat kita lihat dalam tabel hasil tes formatif siklus 1 dan siklus 2 berikut:

Nilai Rata-rata
Siklus 1
Kategori Tingkat Penguasaan
Siklus 2
Kategori Tingkat Penguasaan
Kelompok Bawah
Kelompok Tengah
Kelompok Atas
Kelas
60
63
88
63
Rendah
Rendah
Tinggi
Rendah
89
92
100
91
Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi

            Dari tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan tugas dengan tingkat kesukaran berjenjang dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa. Penggunaan tugas dengan tingkat kesukaran berjenjang juga telah menimbulkan efek positif pada siswa:
a.     Meningkatkan motivasi.
b.     Meningkatkan rasa percaya diri akan kemampuan yang dimiliki.
c.      Meningkatkan keterampilan siswa dalam menyelesaikan permasalahan fisika karena sering melakukan latihan soal.
d.     Menimbulkan rasa suka terhadap pelajaran fisika, sebagai contoh : siswa yang awalnya mengatakan benci fisika, seiring dengan perjalanan dalam pemberian tindakan mengubah pendapatnya menjadi lebih menyukai fisika.

Mudahnya Fisika bagi Uniknya Siswa

Fisika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari kejadian-kejadian yang ada di alam baik yang dapat diamati secara langsung maupun yang tidak dapat diamati secara langsung. Belajar fisika berfungsi untuk menumbuhkan kesadaran terhadap keteraturan dan keindahan ciptaan Tuhan. Fisika merupakan ilmu kealaman yang bersifat non-lokal. Siapapun bisa mempelajari fisika dengan mudah sepanjang mengedepankan prinsip-prinsip berpikir ilmiah yang rasional, wajar dan sistematis.
Kenyataan di lapangan hasil belajar dan minat belajar siswa pada mata pelajaran fisika masih rendah. Fisika masih merupakan momok bagi kebanyakan siswa SMA. Siswa lebih suka belajar dengan menghafal dan belajar dari contoh yang diberikan guru. Siswa kurang tertarik untuk mengetahui asal usul suatu konsep. Siswa kurang peduli hubungan antara konsep-konsep yang dipelajari dengan kejadian nyata dalam kehidupan sehari-hari. Yang terbayang oleh siswa ketika belajar fisika adalah kumpulan rumus-rumus yang rumit, sehingga fisika dirasa sulit oleh sebagian besar siswa.
Hal-hal yang bisa dilakukan siswa agar belajar fisika menjadi mudah dan menyenangkan adalah (1) bangkitkan dulu rasa ingin tahu serta motivasi kenapa fisika itu penting, (2) berikan interpretasi fisis yang memadai dari rumus-rumus fisika dan akibat apa yang bakal muncul dari penerapan hukum-hukum tersebut, sehingga fisika bukan kumpulan rumus-rumus yang mati, melainkan sesuatu yang dinamis, (3) berusaha renungkan secara mendalam proses-proses fisika yang ada di alam, sampai pada pemahaman yang mendasar. Maka agar fisika menjadi lebih mudah, yang harus dilakukan adalah menghilangkan persepsi bahwa fisika sulit.
Disamping itu guru juga harus berusaha memahami karakteristik siswa dan dapat melakukan pendekatan dalam proses belajar mengajar sebagai upaya mengoptimalisasikan hasil belajar. Sebab siswa sebagai subjek dalam proses belajar mengajar ternyata memiliki keunikan yang berbeda-beda antara siswa yang satu dengan siswa lainnya. Ada siswa yang lambat dalam belajar yang sering ketinggalan pelajaran dan memerlukan waktu relatif lama, ada siswa yang berprestasi kurang di mana sebenarnya siswa ini mempunyai taraf intelegensi tergolong tinggi akan tetapi prestasi belajar rendah, ada siswa kreatif yang menunjukkan kreatifitas dalam kegiatan-kegiatan tertentu dan selalu ingin memecahkan persoalan-persoalan, dan ada pula siswa yang cepat dalam belajar karena kecerdasannya sehingga dapat menyelesaikan kegiatan belajar mengajar lebih cepat dari yang diperkirakan.
Alternatif pendekatan proses belajar mengajar yang dapat dipilih oleh guru dalam menghadapi kemajemukan siswa adalah pendekatan keterampilan proses. Dengan pendekatan keterampilan proses, siswa diajak untuk benar-benar melakukan pengamatan, pengukuran, pengidentifikasian dan pengendalian, percobaan dan lain-lain seperti yang dilakukan oleh seorang ilmuwan. Hal ini akan memotivasi siswa dalam belajar fisika, karena akan lebih terbina hubungan emosi (rasa ingin tahu) siswa dengan guru sebagai fasilitator. Siswa lebih berperan aktif selama proses belajar mengajar, siswa tidak  perlu merasa takut untuk melakukan kesalahan dan untuk terus mencoba, dan guru tidak lagi dirasa sebagai yang paling memahami akan suatu konsep karena siswa dapat menemukan konsep sendiri dengan arahan guru.
Inti pengembangan pendekatan keterampilan proses adalah aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotor), selain itu dalam pengembangan keterampilan proses dituntut pula pengembangan kreatifitas siswa. Kelebihan dari pendekatan keterampilan proses adalah siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta-fakta dan konsep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut.

Bagaimana Cara Mengatasi Salah Konsep Fisika Siswa?

Fisika merupakan cabang dari IPA yang mempelajari fakta-fakta yang ada di alam, konsep-konsep dan teori-teori ilmiah. Untuk mempelajari fisika diperlukan strategi yang tepat dan efektif agar menjadi lebih mudah.
Fisika tidak dapat dipelajari bagian per bagian. Belajar fisika dituntut kemampuan berpikir secara integral. Siswa dituntut untuk dapat memahami konsep-konsep secara rinci, yang tersusun mulai dari konsep-konsep yang umum/luas sampai pada konsep-konsep yang lebih spesifik bahkan diharapkan dapat menyebutkan contoh-contohnya. Selain itu, siswa dituntut dapat menerapkan konsep-konsep yang dipelajarinya ke dalam perhitungan-perhitungan matematis dan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu belajar fisika memerlukan perhatian yang cukup tinggi dan latihan yang berulang-ulang sehingga fisika menjadi lebih mudah dipelajari.
      Kenyataan yang cukup memprihatinkan dalam proses belajar mengajar adalah banyaknya kekeliruan konsep pada diri siswa. Kekeliruan ini akan mengakibatkan kegagalan belajar. Kegagalan belajar yang sering dialami para siswa pada umumnya disebabkan kurangnya siswa memahami suatu konsep secara utuh yang secara tidak sengaja terus menerus mengganggu pelajaran fisika. Salah konsep ini timbul dari pengalaman sehari-hari dan sulit untuk diperbaiki (Widodo, 1995:4). Oleh karena itu salah konsep dalam fisika adalah suatu hal mendasar untuk diupayakan perbaikannya dalam rangka meningkatkan hasil belajar fisika.
Yang menjadi masalah sekarang adalah bagaimana guru bisa mendeteksi tidak dimilikinya konsep-konsep yang seharusnya dimiliki siswa dan bagaimana menanamkan konsep-konsep yang seharusnya dimiliki siswa?          
Jawaban permasalahan di atas adalah diperlukan strategi belajar dan pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam memahami suatu konsep secara utuh dan benar yang melibatkan intelektual emosional siswa. Kegiatan belajar yang sesuai dengan maksud tersebut adalah ”belajar bermakna” (meaningfull learning), Ausubel (Susilo,1989:6)
Belajar bermakna menurut Ausubel (Hudoyo, 1979:15) merupakan proses mengaitkan informasi berupa pelajaran baru dengan konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif siswa. Belajar bermakna akan membantu siswa dalam menambah konsep baru yang mengubah pengetahuan yang sudah dimilikinya serta memudahkan siswa mengembangkan pengetahuan selanjutnya.
Agar terjadi belajar bermakna tersebut, maka guru harus mengetahui konsep-konsep apa yang harus dikuasai oleh siswa. Hal ini dapat diatasi dengan peta konsep, teori Ausubel novak (Wartono, 1992:21). Manfaat dari peta konsep: (1) Mengetahui konsep-konsep yang telah dikuasai siswa, (2) Mempelajari cara belajar siswa, (3) Mengungkapkan konsepsi siswa, (4) Sebagai alat evaluasi prestasi belajar siswa.
Berdasarkan kemanfaatan peta konsep tersebut dapat dikatakan bahwa ”peta konsep sangat membantu kegiatan belajar bermakna”. Salah satu solusi yang dapat dipilih oleh guru untuk mengatasi masalah kesalahan konsep pada siswa adalah pengajaran induktif dengan peta konsep. 
                                                                                                                        By Dian Mufarridah

TTS Asas Kontinuitas


1

























3





















2





4











5





















6

























7





























8
























Menurun :
1.       Zat alir
3.       Persamaan A1V1 = A2V2 dikenal dengan asas ...
4.       Fluida yang tidak mengalir disebut fluida ...
6.       Suatu zat cair mengalir melalui sebuah selang yang berdiameter 4/3,14  m dengan kecepatan 25 m/s. Tentukan besar debit air tersebut! (dalam meter kubik per sekon )
Mendatar :
2.       Fluida bergerak adalah fluida ...
5.       Jumlah fluida yang mengalir tiap satuan waktu disebut .... (dibalik)
6.       Air mengalir dari penampang A menuju penampang B. Jika luas penampang B dua kali luas penampang A, maka kecepatan air di penampang B sebesar ... kali kecepatan air di penampang A.
7.       Debit dinyatakan dengan satuan meter kubik per ...
8.       Fluida terdiri dari zat cair dan ...